CLICK HERE FOR THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES »

Senin, 30 Juni 2008

KETAHANAN NASIONAL

Setiap negara pasti mempunyai cita-cita luhur yang harus dicapai. Cita-cita tersebut pada umumnya disebut tujuan nasional. Di dalam usahanya untuk mencapai tujuan nasional tersebut setiap bangsa akan selalu dihadapkan dengan ATHG (Ancaman, Tantangan, Hambatan, dan Gangguan) yang harus ditanggulangi. Oleh karena itu untuk mengatasi ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan tersebut kita harus memiliki ketahanan nasional.
Ketahanan Nasional adalah kondisi dinamik suatu bangsa yang berisikan keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasionalnya di dalam menghadapi segala ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan baik dari dalam ataupun dari luar baik langsung ataupun tidak langsung yang membahayakan integrasi, identitas serta kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangannya.
Negara Indonesia merupakan sebuah negara dengan potensi yang sangat besar. Jika kita lihat dari luas wilayahnya, maka bangsa Indonesia merupakan Negara terbesar kelima di dunia. Bangsa Injdonesia memiliki sumber daya alam yang sangat banyak sekali baik di wilayah daratan maupaun di lautan. Bangsa kita sangat kaya akan bahan mineral, pertambangan, dan kekayaan abiotik maupun biotik lainnya seperti ikan dan keindahan panorama dalam lautan.
Bangsa Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan. Dari ribuan pulau yang dimiliki oleh bangsa kita, baru beberapa persen saja yang telah terdata dengan baik. Bangsa Indonesia memiliki sekitar delapan belasan ribu pulau dan hanya enam ribu di antaranya yang telah diberi nama.
Masih belum lekang dari ingatan kita lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan yang akhirnya menjadi menjadi milik Pemerintah Malaysia dan kasus perbatasan di kawasan Ambalat, sebuah kawasan kaya minyak yang terletak di daerah perbatasan Indonesia-Malaysia yang lagi-lagi diklaim oleh Pemerintah Malaysia sebagai milik mereka. Dan hingga saat ini kasus ini masih belum menemukan jalan keluar yang baik bagi bangsa kita.
Kurangnya pendataan terhadap pulau-pulau kecil di wilayah perbatasan Indonesia telah memunculkan berbagai kasus yang mengancam kedaulatan bangsa kita. Oleh karena itu sangatlah diperlukan pendataan ulang untuk menginventarisir sesungguhnya jumlah pulau yang ada di Indonesia. Bangsa kita harus segera mengeluarkan data-data resmi tentang pulau-pulau yang dimiliki sebagai bukti kepemilikan negara atau arsip negara. Hal ini dikarenakan pulau-pulau yang telah didepositkan akan menjadi salah satu acuan atau landasan Indonesia dalam menyelesaikan setiap persengketaan perbatasan dengan negara lain.
Perlu diketahui bahwa pada saat ini tedapat dua belas pulau terluar yang rawan menimbulkan persengketaan dengan negara tetangga. Saat ini terdapat 92 pulau terluar di Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara lain. Dari 92 pulau tersebut 67 pulau, di antaranya adalah 28 pulau berpenduduk dan 39 pulau yang belum berpenduduk. Dua belas pulau rawan sengketa perbatasan tersebut antara lain :
1. Pulau Rondo Kelurahan Ujung Ba’u, Kecamatan Sukakarya, Kabupaten Sabang, Nanggroe Aceh Darussalam (di peta pulau nomor 84). Pulau Rondo terletak di ujung utara Pulau Weh, merupakan pulau terluar strategis di ujung barat Indonesia yang menjadi jalur pelayaran internasional, berbatasan dengan India, tidak dihuni tetap dan hanya dihuni oleh petugas jaga mercusuar. Kekayaan alam berupa perikanan dan terumbu karang, rawan pencurian ikan (Ilegal Fishing).
2. Pulau Sekatung, Desa Air Payang, Kelurahan Pulau Laut, Kecamatan Bunguran Barat, Kabupaten Natuna, Provinsi Riau (di peta pulau nomor 10).
Terletak di utara Kepulauan Natuna, masuk Provinsi Kepulauan Riau yang berbatasan langsung dengan Vietnam, termasuk gugusan Pulau Natuna selain Pulau Sedanau, Bunguran, dan Midai, luasnya sekitar 0,3 kilometer persegi. Tidak berpenghuni, sering digunakan sebagai persinggahan nelayan lokal dan asing, potensi berupa perikanan dan terumbu karang, rawan illegal fishing.
3. Pulau Nipa, Desa Pemping, Kecamatan Belakang Padang, Kota Batam, Provinsi Riau (di peta pulau nomor 89). Pulau kecil tak berpenghuni yang berbatasan dengan Singapura, 80 persen merupakan batuan karang mati dan 20 persen batuan berpasir. Luas dataran lonjong ini sekitar 60 hektar, di sekitar pulau ini dijadikan penambangan pasir. Akibatnya, terjadi abrasi yang mengancam tenggelamnya pulau di tengah pelayaran lalu lintas internasional yang frekuensinya tinggi.
4. Pulau Berhala, Kecamatan Tanjungbintang, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara (di peta pulau nomor 85). Berada di Selat Malaka yang berbatasan dengan Malaysia, tak berpenghuni, luas sekitar 2,5 kilometer persegi dan dikelilingi hamparan terumbu karang. Memiliki kekayaan alam berupa keindahan terumbu karang bawah laut dan hutan tropis dengan keanekaragaman hayati tinggi, rawan illegal fishing dan effective occupation dari negara tetangga.
5. Pulau Marore, Kecamatan Tabukan, Kabupaten Sangihe, Sulawesi Utara (di peta pulau nomor 26). Salah satu pulau kecil di Laut Sulawesi dan berbatasan dengan Filipina. Berada di kepulauan berpenduduk sekitar 640 jiwa, luas sekitar 214,49 ha, termasuk gugusan Pulau Kawio, merupakan wilayah khusus di perbatasan Filipina yang disebut check point border crossing area, rawan illegal fishing.
6. Pulau Miangas, Desa Miangas, Kecamatan Nanusa, Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara (di peta pulau nomor 28). Salah satu gugusan Kepulauan Nanusa yang berbatasan langsung dengan Filipina, luas sekitar 3,15 kilometer persegi. Jarak Pulau Miangas dengan Kecamatan Nanusa sekitar 145 mil, sedangkan jarak ke Filipina hanya 48 mil. Ada penduduknya yang mayoritas Suku Talaud, perkawinan dengan warga Filipina tidak bisa dihindarkan lagi. Dilaporkan mata uang yang mereka gunakan adalah peso, jumlah penduduk tahun 2003 sebanyak 678 jiwa, sudah ada listrik dari PLTD 10 KVA. Belanda menguasai pulau ini sejak tahun 1677, sejauh ini Filipina yang sejak tahun 1891 memasukkan Miangas dalam wilayahnya sudah menerima Pulau Miangas sebagai wilayah Indonesia berdasarkan keputusan Mahkamah Arbitrase Internasional. Rawan terorisme dan penyelundupan.
7. Pulau Marampit, Kecamatan Pulau Karatung, Kabupaten Talaud, Sulawesi Utara (di peta pulau nomor 29). Salah satu pulau di Laut Sulawesi yang berbatasan dengan Filipina, berpenghuni dengan jumlah penduduk sekitar 1.436 jiwa, luas pulau 12 kilometer persegi, pulau terluar yang dibatasi Samudra Pasifik di sebelah utara dan timur. Sarana navigasi pelayaran dan dermaga hingga kini belum terpasang, rawan abrasi karena berhadapan dengan laut lepas, rawan illegal fishing dan effective occupation dari negara tetangga.
8. Pulau Batek, Desa Netemnanu Utara, Kecamatan Amfoang Utara, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (di peta pulau nomor 61). Merupakan pulau terluar yang berbatasan langsung dengan Timor Leste, berada di perbatasan antara wilayah Kabupaten Kupang, NTT, dan Oekusi, Timor Leste, luas sekitar 25 ha. Menjadi tempat bertelur penyu-penyu serta lokasi migrasi lumba-lumba. Untuk mencapainya cukup mudah karena perairan di sebelah utaranya merupakan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) jalur 3 yang menjadi jalur pelayaran internasional, rawan illegal fishing dan effective occupation dari negara tetangga.
9. Pulau Dana, Kecamatan Rote Barat Daya, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (di peta pulau nomor 62). Terletak di sebelah selatan Pulau Rote yang merupakan pulau terluar berbatasan dengan Australia. Letaknya strategis karena menjadi pintu masuk jalur pelayaran internasional (ALKI jalur 3), tidak berpenghuni, jarak dengan Kota Kupang 120 kilometer dan dengan Pulau Rote 4 kilometer. Untuk mencapainya bisa ditempuh dengan perahu motor, rawan illegal fishing dan effective occupation dari negara tetangga.
10. Pulau Fani, Kecamatan Ayau, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua (di peta pulau nomor 34). Pulau terluar yang berbatasan dengan Republik Palau, termasuk gugusan Pulau-pulau Asia. Ada penghuninya, luas wilayah sekitar sembilan kilometer persegi. Jarak ke Kota Sorong 220 kilometer dan dapat dicapai dengan kapal motor selama 35 jam. Penduduknya lebih sering berinteraksi dengan negara tetangga, rawan illegal fishing dan effective occupation dari negara tetangga.
11. Pulau Fanildo, Kecamatan Supiori Utara, Kabupaten Biak Numfor, Papua (di peta pulau nomor 36). Salah satu gugusan Pulau Mapia, pulau tak berpenghuni yang berbatasan dengan Republik Palau, luas sekitar 0,1 kilometer persegi yang sekelilingnya merupakan pantai berpasir dan hamparan terumbu karang. Jarak dengan ibu kota Biak Numfor 280 kilometer. Untuk mencapai pulau ini bisa dengan menggunakan pesawat udara dan kapal laut rute Jakarta-Biak-Mapia, rawan illegal fishing dan effective occupation dari negara tetangga.
12. Pulau Bras, Kecamatan Supiori Utara, Kabupaten Biak Numfor, Provinsi Papua (di peta pulau nomor 37). Terletak di ujung utara Pulau-pulau Mapia, berbatasan dengan Republik Palau, luasnya 3,375 kilometer persegi, jarak Pulau Bras dengan Kabupaten Biak Numfor 280 kilometer dan dengan Pulau Supiori 240 kilometer yang dapat dicapai dengan perahu motor. Dihuni sekitar 50 jiwa penduduk, potensial untuk wisata terumbu karang, mata pencaharian nelayan dan membuat kopra, rawan abrasi dan rawan illegal fishing serta effective occupation dari negara tetangga.
Itulah kedua belas pulau-pulau terluar Indonesia yang sangat berpotensi memunculkan sengketa-sengketa perbatasan antara Indonesia dengan negara-negara tetangga. Oleh karena itu bangsa Indonesia harus segera bertindak cepat dan tepat untuk menanggulangi ancaman-ancaman yang timbul di perbatasan untuk menjaga kedaulatannya.

Tanggapan
Setiap negara pasti akan dihadapkan pada adanya ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan di dalam mencapai tujuan nasionalnya. Seperti yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini di mana muncul beberapa sengketa perbatasan dengan negara-negara tetangga. Di sinilah kita wajib meningkatkan ketahanan nasional kita dalam upaya mempertahankan kedaulatan bangsa kita.
Komitmen pemerintah saat ini dihadapkan pada kasus-kasus di wilayah perbatasan dan masih banyaknya pulau-pulau yang belum jelas kedudukannya. Indonesia patut waspada terhadap keadaan di pulau-pulau terluar wilayah Indonesia terutama yang berbatasan langsung dengan negara tetangga.
Perairan Indonesia sangat kaya dengan berbagai potensi laut. Pulau-pulau yang belum memiliki nama dan tidak diamankan, dimanfaatkan serta diduduki secara defacto, akan menimbulkan sengketa dengan negara lain. Dan jika pulau-pulau tersebut diambil oleh negara lain akan sangat sulit bagi negara kita untuk mengambil alih kembali.
Saat ini bangsa Indonesia mempunyai permasalahan perbatasan dengan sepuluh negara tetangga. Pemerintah Indonesia harus segera menetapkan ketegasan batas wilayah RI. Kelemahan dari pemerintah Indonesia adalah belum menyadari pentingnya menetapkan landasan hukum yang jelas mengenai batas wilayah maritim Indonesia. Padahal sebagai sebuah negara kepulauan Indonesia berhak menentukan wilayah lautnya seperti yang tertera pada Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS) 1982.
Kondisi lain yang perlu segera diatasi adalah kurangnya perhatian pemerintah pusat terhadap pembangunan di pulau-pulau terluar tersebut. Pengelolaan pulau-pulau kecil di wilayah perbatasan sangat belum maksimal sehingga banyak sekali pulau-pulau terluar kita yang terus-menerus diklaim oleh negara lain. Pemberdayaan pulau-pulau tersebut dapat kita lakukan dengan mengembangkan berbagai potensi yang ada di dalamnya.
Lepasnya pulau Sipadan-Ligitan yang saat ini telah menjadi milik Malaysia memperlihatkan bahwa pemerintah Indonesia belum mampu mengelola dengan baik pulau-pulau kecil yang terletak pada wilayah terluar Indonesia. Kita tidak boleh mengulangi lagi keteledoran bangsa kita yang telah menyebabkan lepasnya beberapa pulau kecil dari genggaman negara kita. Pembangunan pulau-pulau kecil akan semakin meningkatkan ketahanan nasional bangsa kita dan akan sangat memungkinkan untuk mempertahankan keberadaan pulau-pulau tersebut di dalam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Akhirnya dapat kita simpulkan betapa pentingnya ketahanan nasional bagi bangsa Indonesia untuk mengatasi berbagai macam ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan yang senantiasa dihadapi dalam rangka mencapai tujuan nasional dan mempertahankan kesatuan Negara Republik Indonesia.

Tidak ada komentar: