CLICK HERE FOR THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES »

Minggu, 11 Mei 2008

EKSISTENSI DPR PASCA AMANDEMEN KE -4 UUD 1945

PENDAHULUAN

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia adalah lembaga negara yang telah diberikan tugas dan wewenang tertentu oleh Undang-Undang Dasar 1945. Dalam perjalanannya Undang-Undang Dasar 1945 telah diganti oleh beberapa konstitusi dan kemudian kembali lagi kepada Undang-Undang Dasar 1945. Setelah tahun 1999 terjadi perubahan Undang-Undang Dasar 1945 yang pertama, kemudian disusul yang kedua tahun 2000, ketiga tahun 2001 dan keempat tahun 2002. Ada beberapa tugas dan wewenang DPR dalam UUD yang harus diatur dengan jelas untuk menghindari kesalahan dalam bernegara. Namun secara umum, keberadaan DPR saat ini sebagai lembaga legislatif dalam tata negara Indonesia telah menjadi lebih baik ketimbang posisi serta eksistensinya pada masa Orde Lama dan Orde Baru.

Konsep Lembaga Perwakilan

Untuk membahas lembaga Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia maka harus dijelaskan bagaimana konsep lembaga perwakilan rakyat sehingga dapat mengatasnamakan rakyat dan bagaimana perubahan konsep lembaga perwakilan yang ada setelah perubahan Undang-Undang Dasar 1945. Sehingga dapat dijelaskan apakah Dewan Perwakilan Rakyat dapat digolongkan ke dalam lembaga perwakilan rakyat atau bukan.

Lembaga Perwakilan atau yang lebih sering disebut representative institution adalah lembaga yang mewakili rakyat dalam melakukan fungsi pengawasan dan fungsi legislasi. Tugas dan wewenang yang dijalankan setiap lembaga perwakilan rakyat di dunia adalah sebagai berikut:

1. Sebagai lembaga perwakilan rakyat yang mengawasi jalannya pemerintahan yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan eksekutif agar kekuasaan pemerintah tidak menindas rakyat sehingga kekuasaan tidak dijalankan secara sewenang-wenang[1].

2. Sebagai pemegang kekuasaan legislatif untuk menjalankan keinginan rakyat dan diimplementasikan dalam undang-undang dan juga sebagai pembuat Undang-Undang Dasar (supreme legislative body of some nations )[2].

Konsep Lembaga Perwakilan di Indonesia

Perkembangan konsep lembaga perwakilan di Indonesia dimulai sejak tahun 1945. Secara filosofis DPR merupakan perwujudan seluruh rakyat di Indonesia. DPR secara yuridis menurut pasal 20 UUD 1945 merupakan lembaga negara pemegang kekuasaan membentuk Undang-Undang. Berdasarkan pasal 20A UUD 1945, Dewan Perwakilan Rakyat memiliki 3 (tiga) fungsi, yaitu:

1. Fungsi legislasi;

2. Fungsi anggaran;

3. Fungsi pengawasan.

Sayangnya, di dalam UUD 1945 setelah amandemen kedua, ketiga fungsi DPR tersebut belum dijelaskan dengan tepat pendefinisiannya. Begitu pula dengan haknya, terutama seperti yang disebutkan dalam pasal 20A ayat 3, bahwa setiap anggota DPR memiliki hak imunitas. Di sana tidak dijelaskan yang dimaksud dengan hak imunitas.

Dewan Perwakilan Rakyat Sesudah Amandemen UUD 1945

Pada tahun 1998 telah terjadi peristiwa yang mengubah tatanan ketatanegaraan Republik Indonesia dengan mundurnya Presiden Soeharto. Setelah itu terjadilah Pemilihan Umum tahun 1999 yang diikuti oleh 48 partai politik akhirnya terbentuklah anggota DPRD, DPR, dan anggota MPR baru. Pada Sidang Tahunan 1999, UUD 1945 diubah dengan Amandemen pertama UUD 1945 terutama pasal mengenai masa jabatan presiden, beberapa kewenangan Presiden yang dialihkan dan dibantu oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Kemudian pada tahun 2000, Undang-Undang Dasar 1945 kembali diubah. Perubahan Undang-Undang Dasar ini lebih menekankan pada Hak Azasi Manusia, yang menjadi konsentrasi pembahasan untuk dimuat pada saat itu[3]. Tahun 2001 kembali terjadi perubahan Undang-Undang Dasar melalui Sidang MPR. Amandemen Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 pun disahkan dengan menekankan pada perubahan kedaulatan rakyat dan perubahan ini menjadi pijakan untuk Amandemen IV UUD 1945. Perubahaan Undang-Undang Dasar 1945 bertujuan untuk mencapai karakteristik perjanjian sosial antara negara dengan masyarakat dan perubahan tersebut membawa dampak yang sangat besar bagi Dewan Perwakilan Rakyat sebagai lembaga perwakilan.

Tugas dan Wewenang Dewan Perwakilan Rakyat

Dalam menjelaskan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia haruslah dilihat tugas dan wewenang yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, dan tugas dan wewenang ini akan dibagi kedalam dua periode Undang-Undang Dasar 1945. Periode tersebut adalah sebelum perubahan Undang-Undang Dasar dan setelah Perubahan Undang-Undang Dasar.

Di dalam UUD 1945 sebelum Amandemen, tugas Dewan Perwakilan Rakyat tidak disebutkan dengan jelas. Yang lebih ditekankan dalam UUD 1945 adalah hak dan wewenangnya saja. Wewenang DPR adalah menyetujui atau tidak menyetujui rancangan undang-undang yang diajukan oleh Presiden, sedangkan haknya adalah mengajukan Rancangan Undang-Undang.

Setelah Amandemen UUD 1945 yang keempat, tugas dan kewajiban DPR pun masih belum dicantumkan secara jelas. Seperti dalam UUD 1945 sebelum amandemen, yang lebih ditekankan adalah hak-hak yang dimiliki anggota DPR semata. Ada beberapa perubahan signifikan pada UUD 1945 pasca amandemen keempat, antara lain dengan adanya penyebutan fungsi-fungsi yang dimiliki oleh DPR, yakni fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Selain itu, perubahan signifikan selanjutnya adalah terjadinya pergeseran peta politik dari executive heavy menjadi legislative heavy[4] yang memperkuat bargainning position atau posisi tawar dan bargainning power atau daya tawar DPR. Hal itu tercermin sangat jelas dalam pasal 20 ayat (5) yang menyebutkan bahwa Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang-undang tersebut disetujui, rancangan undang-undang tersebut sah menjadi undang- undang dan wajib diundangkan.” Padahal sebelum UUD 1945 diamandemen, pasal 21 ayat (2) menyebutkan bahwa ”Jika rancangan itu, meskipun disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, tidak disahkan oleh Presiden, maka rancangan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.”

Di dalam UUD 1945, baik sebelum maupun sesudah amandemen, tidak dijelaskan apa dan bagaimana perbedaan antara tugas dan wewenang Dewan Perwakilan Rakyat. Hal ini seharusnya dapat dihindari karena perbedaan akibat dari kedua kalimat tersebut sangatlah besar, karena tugas mengandung kewajiban yang harus dilaksanakan, sedangkan wewenang mengandung hak dan kekuasaan, sehingga perlu dipilah kembali mana yang merupakan tugas dan wewenang DPR.

Pada UUD 1945 hasil amandemen keempat, penekanan serta penegasan mengenai hak-hak DPR dan hak-hak anggota DPR sangat ditonjolkan. Hal ini akan menimbulkan kesan bahwa DPR hanyalah sebuah lembaga negara yang hanya mementingkan hak-haknya saja ketimbang memikirkan dan mengeksekusi kewajibannya sebagai bagian integral dalam sistem politik Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hak-hak yang disebutkan dalam UUD 1945 tersebut antara lain hak interplasi, hak angket, hak menyatakan pendapat, hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, serta hak imunitas. Bahkan lebih kentara lagi sebagaimana disebutkan dalam pasal 20A ayat (4) yang menyebutkan bahwa “Ketentuan lebih lanjut tentang hak Dewan Perwakilan Rakyat dan hak anggota Dewan Perwakilan Rakyat diatur dalam undang-undang.”. Hal itu tentu saja akan menimbulakan pertanyaan besar, mengapa hanya hak-hak DPR dan anggota DPR saja yang untuk selanjutnya diatur dalam undang-undang, mengapa kewajiban DPR dan anggota DPR tidak turut pula diundang-undangkan? Padahal idealnya, setiap warga negara Indonesia dan seluruh komponen bangsa memiliki kewajiban dan juga hak yang keduanya dijalankan secara selaras, serasi, dan seimbang.

KESIMPULAN

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia merupakan lembaga perwakilan rakyat yang menjadi salah satu bagian dalam sistem politik Indonesia. Amandemen UUD 1945 telah memberikan perubahan besar bagi Dewan Perwakilan Rakyat, karena dasar yuridis DPR semakin diperkuat setelah amandemen UUD 1945.

Perlu dirumuskan kembali apa yang dimaksud dengan tugas dan wewenang yang diatur dalam Undang-Undang Dasar dan undang-undang tentang susunan dan kedudukan secara jelas. Sehingga tidak terjadi interpretasi yang dibuat oleh lembaga negara lain walaupun hal itu dapat diselesaikan oleh Mahkamah Konstitusi. Seharusnya Undang-Undang Dasar dan undang-undang mengaturnya dengan jelas. Wewenang digunakan dalam beberapa kondisi tertentu yang kemungkinan terjadinya hanya akibat beberapa hal tak terduga. Hal ini bisa jadi pertimbangan untuk Perubahan UUD 1945 kedepan.



[1] Lawrence Dood, Coalitions in Parliamentary Government, Princeton University Press, New Jersey, 1976, h.16

[2] Bryan A Garner (ed in chief), Black’s Law Dictionary , seventh edition, West Group, St Paul, Minn, 1999

[3] Indonesia, Perubahan II Undang-Undang Dasar 1945

[4] Ornop, Koalisi untuk Pemilihan calon Hakim Agung, “Good Judges are not Born but Made; Refleksi dan Visi Rekrutmen Hakim Agung di Indonesia”, www.hukumonline.com , diakses pada tanggal 31 Mei 2006.

Tidak ada komentar: